Showing posts with label Umum. Show all posts
Showing posts with label Umum. Show all posts

Thursday 18 July 2019

KARENA PAK TITUT, SAYA MENJADI PENONTON YANG DITONTON OLEH PARA PENONTON

Oleh : Fafa Sandekala


       Adalah Titut Edi Purwanto, seorang yang selain petani, Beliau juga dikenal sebagai seniman Banyumas, khususnya di bidang Cowongan. Pak Titut semakin dikenal luas sejak dirinya duduk bersama Mbah Nun (Cak Nun/ Emha Ainun Najib) di beberapa acara Maiyyahan. Pada forum rutinan Juguran Syafaat (Maiyyah Banyumas Raya), Beliau jadi pegiat inti bersama Pak Agus Sukoco , mas Rizky Dwi Rahmawan dan beberapa pegiat lainnya. Saya sendiri menyebut mereka para "Juragan Juguran". 

        Oh ya, akhir ini keseharian Pak Titut lebih sering di lereng Gunung Slamet, tepatnya di agro wisata alam Karang Penginyongan, Cilongok- Banyumas. Beliau sendiri di dapuk menjadi Manager ditempat itu.

Suatu hari, Pak Titut memanggil saya ke rumahnya yang aneh itu. Bagaimana tidak, diemperan rumahnya terpampang banner besar bertuliskan "awas, disini ada setan", sepaket dengan kaligrafi dan lukisan-lukisan hasil goresan tangannya serta tidak sedikit pajangan cowong (semacam jaelangkung) yang tergantung di tiap sudut rumahnya.

       Sesampai dirumah Pak Titut, saya langsung diajak pergi ke sebuah warung makan langganannya. Usai makan saya di tanya;
" Dik, kamu ngerokok kan?, ini uang buat beli rokokmu. Buat kamu saja ya, saya ndak ngerokok".

Saat itu saya dikasih uang rokok yang menurut saya cukup untuk membeli 3 slop Gudang Garam filter. Setelah kembali dari warung rokok, dihisapan rokok yang ketiga, Pak Titut membuka obrolannya;

"Begini, dik Fafa. Saya itu buta musik dan buta nada. Hanya lagu Garuda Pancasila dan Indonesiaraya yang bisa saya nyanyikan sampai rampung. Tapi saya memiliki beberapa syair lagu berbahasa Penginyongan yang saya karang sendiri. Biar ndak mubah, saya meminta dik Fafa mengaransemen dan mengiringi lagu-lagu saya, kemudian kita rekamkan. Saya ingin membikinkan lagu untuk cucu-cucu saya nanti".

       "Tapi saja bukan musisi, Pak. Alat musik yang saya miliki juga sebatas orjen tua yang sangat terbatas style musiknya. Singkron dengan pemilik orjennya yang skill bermainnya di bilang bodoh saja belum layak. Pak titut kan punya banyak relasi musisi yang lebih pantas". Saat itu, intinya saya menolak halus tawaran Pak Titut.

        Karena sungkan, singkat cerita, kita deal untuk latihan, mengulik tiap lagu karangannya. Dan, ternyata buta nada yang Pak Titut katakan bukan sebatas basa-basi. Bagaimana tidak, lagu Kadal Nunggang Jaran, Lele Dumbo Nyokot Tempe, Nonton Balapan Tengu, Karang Penginyongan, dan kurang lebih sepluh lagu lainnya, memiliki struktur nada dan intonasi yang hampir, bahkan sama. Hanya liriknya saja yang berbeda. Haduuwh.... Saya manut saja, toh lagu buat lucu-lucuan inih. Walaupun saya akui, lagu yang lucu itu memiliki makna filosofis yang sama sekali tidak lucu. Kritik sosial, politik, dan budayanya begitu absurd tapi tepat sasaran.
      
      Ditengah latihan, kejengkelan saya sering muncul saat Pak Titut rewel dengan aturan yang kita berdua sepakati. Intro belum selesai malah ditabrak, giliran sudah mulai nyanyi, Pak Titut malah asik joged sendiri, lupa lirik, banyak lagi, teramat banyak untuk disebutkan, hehehee.
Itu semua yang membuat kita gagal rekaman di sebuah studio rekaman, di daerah Cilacap. Akhirnya, pak Titut lebih memilih mampir ke rumah saya. Tentu saja saya disanguni lagi. Walaupun orang tua, terutama Ibu saya takut kedatangan manusia seram yang gondrong, tinggi dan brewokan. Ditemani oleh mas Rayung Purbantoro dan mas Setyo Nurdiono Madardjo yang juga berrambut gondrong.

"Fa, Ibu tidak melarang kamu berteman dengan siapa saja, tapi mbok jangan yang semacam itu". Begitu ucap Ibu sambil mengintip tiga pria gondrong dari dalam rumah.

       Tapi ketakutan orang tua saya perlahan luntur setelah ngobrol hangat dengan mereka yang berbahasa halus, persis seperti santri yang baru dua hari pulang dari pesantren. Apalagi setelah orang tua tau bahwa Pak Titut sering bareng Mbah Nun, salah satu dari tiga tokoh pribumi Jombang, yang gambarnya terpajang besar di dinding kamar saya.

       Akhirnya, saya berinisiatif merekam live lagu-lagu Pak Titut hanya dengan handphone, orjen dan mic murahan yang saya bawa ke rumahnya. Kapan nyanyi, kapan berhenti, semau-maumu, Pak. Saya tinggal mengiringi. Hasil rekaman rusak-rusakan itu kemudian di pindah ke flasdisk dan dicolokkan ke mobil tua milik Pak Titut. Kemanapun Beliau pergi, hanya boleh memutar lagu miliknya. Tentu saja dengan muka yang sumringah dan bangga atas lagu-lagunya. Persetan dengan telinga orang lain.
Oktober 2016 kali pertama konggres Basa Penginyongan dilangsungkan. Itu lho, bahasa yang sering dianggap lucu, kasar, aneh, medhok dan banyak orang menyebut dengan istilah "bahasa ngapak". Itu bahasa Ibu, tanah kandung, yang sangat kami banggakan. Jika masih saja bahasa kami maning-maning di hina, sampluk ndase sisan!. 
          Konggres tersebut Berlangaung di Banyumas, yang ndilalah saya direkomendasikan jadi salah satu peserta oleh Pak Titut. Argo wisata Karang Penginyongan jadi salah satu lokasi acara konggres itu. Pak Titut sebagai dedengkot lokasi tersebut, ingin memberi buah tangan kepada para peserta dari 5 Kabupaten. Paket buah tangan itu, salahsatunya adalah kaset vcd yang didalamnya full lagu-lagu Pak Titut yang kita berdua rekamkan dengan hp. Saya sedikit bangga dan lebih banyak mengerutkan dahi.
 

        Event pertunjukan semacam konser, umumnya yang nonton lebih banyak dari yang ditonton. Sekalipun yang di tonton cuma satu orang, yang nonton berjumlah ribuan, itu wajar.
Mbakyu Raisa nyanyi sambil main piano atau Om Iksan Skuter nyanyi dengan memetik gitar sekaligus menghirup dan meniup harmonikanya seorang diri, di panggung yang lebarnya 44 meter sekalipun, tetap saja asyik, berpadu dengan meriahnya penonton yang kompak membersamai lagu yang dinyanyikan.

         Suatu ketika, berlangsung acara Sinau Bareng Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Purbalingga. Saya yang duduk diatas rumput beserta ribuan jamaah lainnya, melihat Pak Titut hadir ditengah panggung bersama Mbah Nun dan orang penting lainnya, sebagai bumbu acara. Kini, satu diantara orang penting itu sudah bukan orang penting lagi, sebab kena OTT terbukti menjadi maling, atau bahasa halusnya adalah koruptor.
   
        Guna menghangatkan acara, Pak Titut tampil membawakan lagu kebanggaannya, diiringi oleh rombongan musik Kiai Kanjeng. Sumpah, sebuah improvisasi musik apik, yang membuat saya mengikuti irama lagu yang Pak Titut nyanyikan. Saya hafal semua lagu yang pak Titut nyanyikan hingga tanpa sadar, beberapa jamaah disebelah saya fokus melihat saya. Ya, mereka nonton saya yang sedang nonton Pak Titut nyanyi. Mungkin mereka mbatin "kok cuma mas ini yang hafal menirukan lagu aneh itu ya?".


      Saya kira, saya adalah satu-satunya orang di dunia yang nonton pertunjukan musik bersama ribuan penonton lainnya, tetapi hanya saya yang hafal menirukan lagunya. Jadi, rasa malu ditonton oleh para penonton yang mereka seharusnya nonton yang layak ditonton, malah mereka nonton sesama penonton semacam saya, kalah dengan rasa bangga saya, karena saya adalah satu-satunya penonton yang hafal dan paling menikmati lagu diantara ribuan penonton lainnya.

       Hal serupa kembali terulang beberapa bulan kemudian, saat CNKK (Cak Nun dan Kiai Kanjeng) hadir di Alun-Alun Purwokerto. Ada yang tidak tau lokasinya?. Itu lho, rerumputan yang seperti sebuah taman kecil di depan mall super besar milik bupati abadi Banyumas. Eh...

         Walaupun beberapa teman ada yang menganggap Pak Titut kurang sopan dihadapan Mbah Nun, saya kira tokoh sekaliber Mbah Nun tidak akan berkurang secuilpun kehormatannya, atas niatan baik dan kejujuran sikap pak Titut di panggung. Yang saya tau, mbah Nun sangat mencintai Pak Titut, yang Mbah Nun sendiri memanggilnya dengan sebutan dik Titut, sebagaimana pak Titut memanggil saya juga dengan dengan panggilan dik.
Satu pesan dari pak Titut yang masih saya amalkan, "Berilah salam kepada Matahari, Gunung, sungai tetumbuhan dan seluruh isi Alam raya. Muga- muga dik Fafa diparingi nasib lan takdir sing apik. Di slamet- slamet ya, dik....".
Jemuah Pon, 2019.

Wednesday 9 November 2016

Selamat Hari Pahlawan Nasional 10 November 2016






HARI PAHLAWAN 10 NOVEMBER 2016






Bung di negri tercinta mu ini sedang ada gejolak politik yang sangat hebat , 

bahkan bisa memicu perpecahan yang lebih dalam lagi.

Bisakan sejenak mereka diluar sana sedikit mengerti 

betapa susah nya memerdekakan negri ini .

Dengan darah pahlawan 

dengan semangat takbir 

 dengan persatuan lintas agama yang begitu kuat .


Bung apa ada lagi di negri ini yang bisa menjadi singa podium 

yg membakar semangat sampai menusuk ke kulit ari dan meresap ke hati ??? 

Bung apakah akan ada lagi sosok pemimpin 

yang bisa menyatukan nusantara ini tanpa darah dan air mata ???

Bung apakah ada lagi sosok sepertimu

 dan para pahlawan terdahulu 

yang rela mati dan tulus membangun negri ini

 tanpa ada unsur ego dan ingin berkuasa ???






Selamat Hari Pahlawan
#haripahlawan #10november

Thursday 14 April 2016

Tujuh Sunah Nabi Muhammad SAW yang Harus Selalu Dijaga

Tunah Sunah Nabi Muhammad SAW yang Harus Selalu Dijaga



             Kisah yang diceritakan oleh seorang Hamba ALLAH tentang mimpi Seorang Wali Ditanah Perkuburan ,di dalam mimpi wali itu, wali tu ternampak roh ahli-ahli kubur sedang kais-kais rumput seperti mencari sesuatu. Tetiba beliau terlihat ada seorang roh ahli kubur yg sudah berusia sedang duduk berehat diatas kuburnya sendiri . Beliau mengambil keputusan untuk bertanyakan kepada roh orang tua tersebut.
Wali : Pakcik, kenapa pakcik sedang duduk berehat dgn tenang sedangkan ramai ahli kubur yg lain sedang mengais-gais rumput disitu.
Roh Org tua itu : Jikalau kau nak tahu jawapannya, esok kau pergi ke pasar dan cari penjual daging yg masih muda di pasar. Penjual daging itu ialah anak aku sendiri.
Wali tersebut pun beredar daripada situ dan terjaga dari mimpinya. Keesokan harinya. Wali tu pun menjumpai penjual daging muda di pasar tersebut. Beliau hanya memerhati dari jauh kelakuan penjual daging tersebut. Selepas penjual daging tersebut menjual dagingnya, dia sambung membaca Al Qur'an. Wali tadi terkejut lalu mengambil keputusan untuk berjumpa dengan pemuda tersebut.
Wali: Assalammualaikum orang muda, saya ada beberapa soalan untuk orang muda.
Penjual daging: waalaikummussalam, ya boleh. Apakah soalannya itu?
Wali: Adakah kamu ada seorang ahli keluarga yang meninggal dunia yang mempunyai kubur di kampung ini?
Penjual daging: Ya ada. Itu ialah bapaku.
Wali: Aku terlihat Roh ayahmu dalam mimpi ku. Beliau tenang disana. Apa yg kau lakukan untuk ayah kau wahai anak muda?
Penjual daging: Aku membaca Al-Qur'an dan aku berdoa kpd Allah. Jika bacaan aku itu terdapat pahalanya, aku sedekahkan nya kepada ayahku.
* Iktibar dari Kisah ini 
Kenapa Roh ahli kubur yang lain sedang mengais-gais rumput di situ? 
Jawapannya, mereka sedang mencari tempias-tempias doa yang didoakan oleh orang ramai dan lafaz "Ala kulli muslimin wal muslimat, wal mukminin wal mukminat". Manakala roh pakcik tua yg hanya duduk berehat tersebut kerana doa anaknya hanya khas untuknya.

Pesanan: Perbanyakkan berdoa untuk kedua ibu bapa kita, saudara mara kita untuk kesenangan mereka di alam barzakh. Doa seorang anak akan terus sampai kepada ibu bapanya, terutamanya anak lelaki yang mana syurganya dibawah redha ibunya....
Jom laksanakan 7 Sunnah Hebat ini.
Tujuh sunnah Nabi Muhammad SAW itu adalah:
Pertama:
Solat Tahajjud, kerana kemuliaan seorang mukmin terletak pada solat tahajjudnya. Pastinya doa akan mudah termakbul dan menjadikan kita semakin hampir dengan Allah SWT.

Kedua:
Membaca Al-Qur’an sebelum terbit matahari, alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur’an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman. Paling tidak jika sesibuk manapun kita, bacalah ayat 3Qul, atau ayat qursi.

Ketiga:
Hadirkan diri ke masjid terutama di waktu subuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke masjid, kerana masjid merupakan pusat keberkatan, bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah SWT .

Keempat:
Jaga solat dhuha, kerana kunci rezeki terletak pada solat dhuha. Yakinlah, kesan solat dhuha sangat dasyat dalam mendatangkan rezeki.

Kelima:
Jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari. Percayalah, sedekah yang diberikan akan dibalas oleh Allah berlipat kali ganda.

Keenam:
Jaga wudhu terus menerus kerana Allah SWT menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, “Orang yang selalu berwudhuk senantiasa ia akan merasa selalu dalam keadaan solat walaupun ia belum lagi solat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, Malaikat berdoa untuknya iaitu "ampuni dosanya dan sayangi dia ya Allah SWT ”.

Ketujuh:
Amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.

Thursday 7 April 2016

Agama, Politik, dan Politik Agama

Agama, Politik, dan Politik Agama
(Sumanto Al Qurtuby)




        Khusus Relasi antara agama dan politik itu sangat dinamis, unik, menarik, sekaligus lucu. Keduanya kadang saling berseteru. Tapi pada saat yang bersamaan, mereka bisa berdampingan dengan mesra.

Sejarah mencatat, tokoh, komunitas, dan institusi keagamaan bisa berperan menjadi penjaga moral masyarakat serta pengkritik kekuasaan yang garang. Pula, agama bisa menjadi sumber energi luar biasa untuk melakukan perlawanan terhadap rezim korup dan despotik. Sejarah gerakan Gereja Katolik di Amerika Latin, Black Chruches di Amerika Serikat, Sufi Sanusiyah di Lybia, atau Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Banten, Indonesia, hanyalah sekelumit contoh sejarah dimana agama telah melakukan fungsi kritisnya sebagai mediumkritik sosial sebuah masyarakat sekaligus sarana perubahan politik sebuah tatanan kekuasaan.

Penting untuk dicatat, bukan hanya agama yang melakukan perlawanan terhadap politik. Politik juga sering melawan, mengintimidasi, dan menghancurkan agama. Dengan kata lain, hubungan sekaligus nasib agama dan politik akan ditentukan oleh otoritas mana yang paling kuat dan dominan dari keduanya serta bagaimana watak dan karakter para elit politik dan elit agama yang kebetulan berkuasa. Jika politik menjadi “superordinat”, maka agama akan berpotensi menjadi “subordinat”. Begitu pula sebaliknya.Tetapi di sisi lain, agama juga bisa berfungsisebagai “stempel” atau legitimator politik-kekuasaan sejak zaman bahula hingga dewasa ini. Di sejumlah negara saat ini, agama-politik banyak melakukan “perkawinan” dan menjalin hubungan “simbiosis mutualisme”: politik memberi jaminan proteksi keamanan masyarakat agama, sementara agama memberi “legitimasi teologis” untuk melanggengkan kekuasaan politik.

Dalam konteks ini, secara teori, maka hubungan agama dan politik adalah sejajar (koordinat), bukan saling mendominasi dan menguasai tetapi saling melengkapi dan menguntungkan satu sama lain. Meskipun dalam prakteknya tentu saja tetap terjadi “perselingkuhan” sana-sini dimana agama atau politik mencoba “main mata” dan “berselingkuh” dengan pihak lain diluar “komunitas agama” (misalnya kelompok adat, kaum pebisnis, sekuler-ateis, dlsb) atau bahkan secara diam-diam saling menjegal dan mendelegitimasi otoritas masing-masing.

Diktum-diktum keagamaan (ajaran, diskursus, teks, norma dlsb) memang sangat lentur dan fleksibel sehingga mudah untuk diseret-seret kesana-kemari sesuai dengan kepentingan pemeluknya.

Dalam konteks sejarah Indonesia, terjadi perkembangan dinamis menyangkut relasi agama dan politik ini. Dulu pada masa kolonial, agama berperan ganda: sebagai legitimasi kolonialisme sekaligus kritik sosial. Banyak tokoh agama, Muslim khususnya, yang bekerja dengan pemerintah kolonial. Tetapi pada saat yang bersamaan juga banyak di antara mereka yang menjadi pengkritik dan pemberontak kolonial.

Pada zaman Orde Lama, Presiden Sukarno satu sisi mengakomodasi tokoh-tokoh Muslim (khususnya dari Nahdlatul Ulama) tetapi pada waktu yang bersamaan melibas tokoh-tokoh Muslim lain (khususnya dari Masyumi) yang kontra dengan kekuasaanya.

Pada masa Orde Baru, Presiden Suharto tidak melirik kelompok Islam meskipun padaawalnya mereka digandeng untuk mengantarkan jalan kekuasaan. Pak Harto lebih tertarik menggandeng kelompok abangan-kejawen dan kalangan militer. Baru pada awal 1990-an, ia tertarik “melirik” Islam dengan menggaet kelompok kelas menengah teknokrat di bawah bendera ICMI(Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) setelah terjadi friksi dengan sejumlah petinggi militer. Pak Harto dulu juga tidak memberi ruang gerak secuilpun untuk perkembangan “Islam politik” meskipun mendukung gerakan “Islam kultural” yang apolitis.

Setelah Pak Harto tumbang pada 1998, krankebebasan berekspresi dan berserikat yang dulu ditutup rapat, kini pun dibuka kembali lebar-lebar. Akibatnya, Indonesia seperti kebanjiran kelompok-kelompok Islam ekstrim-konservatif. Mereka yang dulu bersembunyi karena ketakutan dengan politik otoriter-militer Pak Harto, kini bermunculan bak cendawan di musim hujan.

Meski banyak sisi positif-konstruktif di era post-Suharto ini seperti tumbuh-berkembangnya demokrasi dan kebebasan sipil tetapi ada sejumlah sisi negatif-destruktif. Merebaknya para “penumpang gelap” demokrasi seperti kelompok-kelompok Islam garis keras (Muslim hardliners) yang intoleran, anti-pluralisme, kontra-kebangsaan, mau menangnya sendiri, serta menggunakan berbagai tindakan dan cara kekerasan untuk memuluskan agenda dan kepentingan kelompoknya hanyalah sekelumit contoh dari sisi negatif-destruktif tadi.

Kelompok-kelompok ini tidak segan-segan untuk memobilisir massa (dan bahkan Tuhan) dengan menggunakan sentimen-sentimen primordial agama dan etnisitas demi mencapai kepentingan politik-ekonomipragmatis. Inilah yang saya maksud dengan “politik agama”, yakni “pemerkosaan agama” oleh sejumlah kelompok agama demi kepentingan politik praktis sektarian. 

Pengerahan massa oleh sejumlah “sindikat Islam” untuk menjegal Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari bursa kandidat Gubernur Jakarta dengan alasan bahwa ia seorang “Kristen” yang tidak layakmemimpin Jakarta yang mayoritas Muslim adalah contoh kecil dari “politik agama” ini.Jika fenomena “politik agama” sektarian ini tidak “dikelola” dengan baik, arif, dan bijak maka potensi kekerasan komunal-horisontal bisa terjadi, dan spirit demokrasi yang sudah diperjuangkan dengan susah-payah oleh kekuatan rakyat tahun 1998 bisa terkubur di kemudian hari.


Sumber: Deutsche Welle, 23 Maret 2016

Rezim "Islam Ibadi" di Timur Tengah

Oman: Rezim "Islam Ibadi" di Timur Tengah
Sumanto Al Qurtuby



              Bagi banyak orang, mungkin mengira Arab dan Timur Tengah adalah melulu kawasan Sunni dan Syiah. Pandangan ini keliru. Ada banyak aliran dan kelompok agama dan mazhab Islam di kawasan ini. Salah satunya adalah Oman. Negara di tenggara Jazirah Arab yang berbatasan dengan Saudi, Uni Emirat Arab, dan Yaman ini adalah pengikut "Islam Ibadi" atau Ibadiyah, sebuah faksi Islam yang lahir hanya selang 20 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Dengan demikian, sekte Ibadiyah lebih tua dari Syiah apalagi Sunni. Selain Oman, Zanzibar juga mayoritas pengikut Ibadiyah. Selain di kedua negara ini, pengikut Ibadiyah juga tersebar di Aljazair, Tunisia, Libia, dan Afrika Timur. Meskipun ada yang menanggap Ibadi adalah pecahan Khawarij, para sarjana Ibadi sendiri menolak dikaitkan dengan "faksi radikal" Islam ini. Ada cukup banyak tokoh Ibadi yang populer seperti Ahmad bin Hamad al-Halili, Moufdi Zakaria, Sulaiman al-Barouni, Nouri Abusahmain, dlsb.

Penguasa Oman, Sultan Qaboos Bin Said Al Said yang menjadi penguasa sejak 1970 dan menjadi pemimpin pemerintahan terlama di Timur Tengah, juga pengikut setiasekte Ibadiyah. Menarik untuk dicatat, Oman memiliki record yang cukup menggembirakan khususnya dalam halperdamaian dan pemeliharaan hubungan harmonis dan toleran Muslim-non-Muslim.

Meskipun Ibadi menjadi "mazhab resmi" negara, ada banyak kelompok keislaman dan keagamaan di Oman termasuk non-Muslim seperti Kristen, Zoroaster, Jain, Buddha, Baha'i, Sikh, Hindu dlsb sebagai dampak dari arus migrasi internasional. Lebih dari 40% penduduk Oman adalah kaum migran, khususnya dari Asia Selatan. Tempat-tempat ibadah diluar masjid juga bertebaran disini. Karena itu tidak mengherankan jika Global Peace Index menempatkan Oman sebagai salah satu negara yang cukup damai, adem-ayem, toleran, dan ramah dengan aneka ragam agama.

Hal lain yang menarik dari Oman adalah negara ini menjaga dengan baik aneka situs-situs sejarah dan warisan kebudayaan masa lalu, bukan malam merusak dan menghancurkannya dengan alasan "tidak Islami". Oman juga merawat dengan baik objek-objek turisme sehingga memikat banyak wisatawan.

Dulu Pejuang Nasionalisme, Kini Anti Nasionalisme (Oleh : Prof. Sumanto Al Qurtuby)

Alumni Arabia:

Dulu Pejuang Nasionalisme, Kini Anti-Nasionalisme

by Islamnus 07 Maret 2016,
JAKARTA,ISLAMNUSANTARA.COM




- Jika kita perhatikanada perbedaan yang sangat mendasar antara para ulama alumni Arabia atau santri yang belajar di "Tanah Arab" dulu dan sekarang dalam hal sikap mereka terhadap gagasan nasionalisme. Sejarah mencatat, dulu kaum cerdik-pandai dan para ulama hebat Nusantara (dan santri) di Tanah Arab, khususnya Arabia (Makkah) tetapi juga Mesir (Al-Azhar), seperti Syeikh Yusuf Makasar, Abdus Samad al-Falimbani, Ahmad Khatib Minangkabau, Notonegoro (Muchtar bin Attarid) serta para ulama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan masih banyak lagi, begitu gigih dan heroik memperjuangkan Tanah Air mereka dari penjajahan Belanda. Beberapa di antaranya bahkan tidak hanya berdiskusi tetapi langsung memimpin protes dan gerakan anti-kolonialisme. Mereka juga gigih memperjuangkan Tanah Air-nya menjadi negara yang merdeka, independen, dan berdaulat. (Baca juga: Ditangan Orang Alim Islam Itu Damai, Ditangan Orang Jahil Islam Itu Sulit)

Pada waktu itu para intelektual, ulama, dan santri Nusantara di Makkah juga mendirikan Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia di kota suci umat Islam ini. Madrasah di Makah seperti Shaulatiyah (didirikan oleh Syeikh Muhammad Rahmatullah al-Hindi) dan Darul Ulum (didirikan oleh ulama Nusantara: Sayyid Muhsin bin Ali Al-Musawa dan Syeikh Muhammad Yasin al-Fadani) menjadi tempat perkumpulan dan pergumulan para santri Nusantara. (Baca juga: Grand Syeikh Al Azhar: Agama Diturunkan Bukan Untuk Pecah Belah Umat)

Disinilah mereka dulu dengan leluasa membahas dan berdiskusi tentang masalah-masalahkepolitikan, nasionalisme, dan anti-kolonialisme yang turut memberi kontribusi bagi pendirian Negara-Bangsa Indonesia. Bukan hanya ulama dan santri, para jamaah haji juga banyak terlibat dalam pergumulan nasionalisme dan perwujudan kemerdekaan Indonesia. Saat itu, Makkah menjelma menjadi semacam "melting pot" berbagai suku-bangsa di Nusantara, menjadi area yang nyaman-aman untuk membicarakan isu-isu penting ini sesuatu yang dilarang oleh Belanda di "Nusantara".

Lain dulu lain sekarang. Kini, saya menyaksikan para santridan alumni Arab Saudi (meski tidak semuanya) bukannya gigih membela Tanah Air Indonesia dan mempertahankan spirit nasionalisme yang telah ditanamkan dan diperjuangkan dengan susah payah oleh para ulama"pendahulu" mereka, malah justru sebaliknya: heroik propaganda anti-nasionalisme dan kebangsaan serta anti-dasar negara dengan dalih tidak Islami lah, kafir lah. Makhluk macam apa mereka ini? (ISNU)

Sumber: Akun Facebook Prof Sumanto Al-Qurtuby

Wednesday 6 April 2016

Wanita

Wanita 

(Oleh Sahal Mahfudh)




             Sebagai lelaki yang tidak menyalahi kodrat, saya pun berencana akan menikah. Tentu dengan seorang wanita yang berada di samping saya saat ini ya macak duwe pacar lah hhhh Action sahabat. Lanjut kata, Perkara jodoh dan kriteria wanita, setiap lelaki memang memiliki standar tersendiri. Namun saya meyakini, sebagai bangsa timur-Bangsa Indonesia khususnya-tentunya secara garis besar ada hal yang sama dalam kriteria wanita idaman. Misalnya saja jika seorang lelaki dibesarkan dalam sebuah keluarga lengkap dan harmonis, setidaknya seorang ibu keluarga tersebut menjadi "contoh personal" seorang lelaki dalam memilih jodohnya.

             Perihal wanita idaman bagi lelaki memang tak bisa lepas daria spek sosiologis. Begitu pula sebaliknya. Namun yang terjadihari ini adalah pergeseran pola pikir dan karakter seseorang yang mungkin tidak lagi mencerminkan adat ketimuran. Bagi saya yang seorang lelaki dan bangsa asli pribumi, jujur saja saya mengidamkan wanita yang berkarakter juga wanita pribumi. Ada sebuah karakter yang begitu terlihat bergeser, yang mungkin sedikit bergeser yani wanita yang pasif. Pasif disini bukan dalam arti aktivitas sosial, religi ataupun akademik. Namun pasif dalam urusan perasaan terhadap lawan jenis.

             Selain itu, merebaknya sosial media saya kok merasa risih dengan aktivitas wanita yang telah bersuami yang sedikit lebai dengan sedikit-sedikit mengunggah foto dan membuat status mengenai aktivitas keseharian keluarga. Bukan hanya akan menyiksa manusia jomblo lainnya, tapi kok terasa aneh dengan lebainya menceritakan aktivitas anak, suami dan dirinya. Geli saja. Boleh jika foto dan status itu mengandung manfaat, tapi kalau hal-hal yang tidak penting kok ya terasa aneh. Namun ini sebenarnya memang banyak terjadi pada penduduk duniamaya. Baik itu pria, wanita, tua, muda dsb. Tapi, bukankah seharusnya wanita timur itu cenderung pemalu mengenai aktivitasnya? Apalagi yang bersifat privasi, terasa lebay dan tidak ada manfaatnya. Ustad Sosmed memang warbyasssahasunya dalam mengubah karakter sebuah bangsa.

             Memang perkara rumit jika berbicara perasaan tiap personal. Bahwasanya benar jika tiap personal memiliki karakter berbeda antara satu dengan lainnya. Namun kembali lagi, bahwa ada karakter bangsa kita yang menjadi ciri khas akibat bentuk kebudayaan dan menjadikan tiap bangsa memiliki keunikan dalam pola pikir, relasi sosial dan gaya hidup. Kepasifan dalam hal urusan perasaan tentu adalah salah satu ciri khas bangsa kita. Namun bukan berarti seperti zaman siti nurbaya. Seorang wanita Indonesia tetap berhak mencintai pria yang ada dalam hatinya. Namun saya kok merasa tidak elok sekali jika wanita tersebut sangat agresif mendekati seorang lelaki dengan cara terang-terangan mengajak ketemu ataupun mendekati keluarganya, ketika seorang pria yang belum jelas mencintainya atau tidak.

             Saya tidak hendak mengadakan bahtsul masail mengenai hukum pacaran dan sejenisnya. Bagi saya itu urusan personal. Jika ada yang berpendapat bahwa bukan jamannya lagi seorang wanita mengungkapkanperasaan, saya sepakat. Namun yang terasa kurang elok, ya itu tadi. Entah mengapa saya terasa kurang sepakat apabila seorang wanita yang melakukan pendekatan. Bagi saya, pendekatan hanya kodrat lelaki. Namun menyatakan perasaan cinta adalah hak kedua belah pihak. Agak mbulet? Namanya juga rasa. Tetap kokoh jangan goyah dalam mengikuti alur tulisan ini.

           Ada seorang teman pernah bercerita kepada saya mengenai lika-liku cintanya. Ia awalnya sedikit memperhatikan seorang wanita yang sedikit menarik hatinya. Namun lambat laun entah apa yang terjadi perasaan suka yang terjadi pada dirinya mulai berubh menjadi sedikit curiga. Kecurigaan itu terkait posisi dan ketokohan keluarga si lelaki teman saya itu. Kecurigaan itu bermula dari agresifnya si wanita mendekatinya dengan cara-ara yang saya sebutkan diatas ketika si wanita mengetahui si lelaki sedikit mrmperhatikannya. Maka tidak mungkin pula kedepannya si pria menjadi"ilfeel"alias ilang feeling atawa hilangnya perasaan suka yang terjadi di awal.

           Sebagai bangsa yang menempati "dunia timur", diakui atau tidak kita memiliki aturan yang jauh lebih rumit daripada bangsa dari barat. Tatanan sosial, pola pikir dan gaya hidup itu pun harus mengalami pergeseran sejak era teknologi dan informasi mulai mengglobal. Bagaimanapun kuta adalah bangsa timur. Ada perbedaan karakter yang cukup jelas antara wanita timur dan wanita barat. Terutama dalam hal sikap ketika tertarik dalam lawan jenis. Jika wanita barat dengan terang-terangan akan mendekati begitu agresif tanpa babibu ketika tertarik pada lelaki, tapi tidak bagi wanita timur. Cukup ketertarikannya dengan simbol muka bersemu merah, menunduk tapi tersenyum dan tersipu malu ketika berjumpa lelaki yang dicintainya namun belum ada ikatan khusus diantara keduanya. Untuk dapat menulis analisis beginian, anda perlu tapa jomblo 10 tahun dan ditolak cinta 327 kali. Hehehe.